CONTOH PUISI ANAK

PUISI UNTUK AYAH
Dua tiga kucing berlari
Bersama- sama si kucing belang
Dua tiga boleh ku cari
Tiada yang sama Ayahku seorang
Pergi ke pasar membeli gerabah
Untuk memasak sayur pedas
Terima Kasih buat Ayah
hanya Tuhan yang mampu membalas
Pergi sekolah diantar pula
Bersuka ria amat senangnya
Kenangan bersama Ayah sukar dilupa
Mendidik kami hingga berjaya

PUISI UNTUK IBU
Tanam ubi tanam tebu
Tanam pula di tepi rawa
Terima kasih kepada ibu
Membesarkan kita hingga berjaya

Bertanam- tanam di tepi rawa
Mudah pula mengail ikan
Membesarkan kita hingga berjaya
Dengan ilmu terus diamalkan

Mudah pula mengail ikan
Ada nila dan sepat
Dengan ilmu terus diamalkan
Betul aqidah pahalapun dapat

CONTOH PUISI ANAK

anak adalah masa dimana mereka masih ingin melakukan banyak hal yang bisa membuat mereka senang tana harus memikirkan hal berat seperti orang dewasa. Dengan bermain, bercanda, jahil dan usil saja sudah membuat mereka senang dengan apa yang mereka kerjakan. Namun segala sesuatu harus di control oleh orang tua yang sangat penting perannya dalam menciptakan pola pikir yang hebat untuk masa depannya. Banyak yang bisa di lakukan oleh orangtua, misal dengan melihat hobi dan kesukaan anak anda bisa saja itu adalah bakat yang harus di asah. Contohnya, anak yang hobi nyanyi atau bermain music mungkin saja bakat anak anda dalam bidang ini atau bagi anak anda yang hobi menulis bisa saja kemudian hari menjadi penulis terkenal dengan mencipatakan banyak Contoh Puisi Untuk Anak-Anak yang seusinya.

Dalam membuat puisi harus di lalui dengan proses pembelajaran yang baik tentang puisi dengan baik sehingga anak akan dengan mudah mengasah pikirannya dengan baik. Seperti kebanyakan puisi yang mengambil inspirasi dari alam, tuhan, lingkungan, keluarga atu lainnya juga bisa menjadi inspirasi juga untuk anak- anak. Maka dari itu, perhatian semua pihak tentang perkembangan anak sangat penting. Berikut contoh puisi untuk anak- anak yang bernilai positif untuk mereka.

•Mama

Mama, kau selalu melindungiku

Dan membuat ku tenang

Dan selalu nyaman di sisimu ketika ku kecil

•Ibuku yang kucinta

Aku merasa nyaman di pangkuan ibuku

Karena halus dan suci bersih

Suci di tangan ibuku

Maka aku sayang ibuku

Detil info baca disini: http://duniaanak.org/seputar-anak/contoh-puisi-untuk-anak-anak.html

PUISI ANAK

mungkin bukanlah hal yang lazim bagi anda, tapi bukanlah hal yang aneh untuk dikenali. Jika anda sudah menyukai puisi, Puisi Anak ini bisa menjadi perbendaharaan puisi yang sangat menarik. Apalagi, anda mungkin mewariskan kecintaan anda ini kepada putr-putri kecil anda. Tentu anda akan berusaha mengenalkan si kecil dengan aktifitas menulis puisi yang sangat menyenangkan ini. Bagi anda, tidaklah sulit menulis suatu puisi, tetapi akan berbeda dengan anak-anak.

Seringkali anak-anak menganggap puisi sebagai cerita. Lihat saja, bagaimana isi dari Puisi Anak yang mereka buat itu lebih seperti cerita, atau sebaliknya, sebuah puisi yang mereka susun, mereka sebut sebagai cerita. Dari sinilah tercipta tantangan bagi orang tua ataupun pengajar untuk memperkenalkan Puisi Anak yang sesungguhnya. Anda bisa memulai dengan media terdekat yang paling mudah diterima anak-anak, yaitu gambar. Ajak mereka untuk menulis puisi berdasarkan gambar yang mereka lihat.

Mengapa Mengenalkan Puisi Anak Sangat Dianjurkan

Biarkan anak anda mengembangkan imajinasinya lewat Puisi Anak. Ijinkan mereka menulis apa saja dari sampul buku yang mereka baca, dari permainan bola yang sedang dilihatnya, dari apapun yang bisa mereka rasakan, dengar, dan lihat. Apapun yang mereka temui bisa dijadikan Puisi Anak yang indah.

Memberikan pelajaran tentang bagaimana menyusun puisi bisa sangat menyenangkan anda. Membaca tulisan mereka yang menyentuh, yang mengungkapkan apa yang tidak pernah terucap, ini semua bisa sangat menggetarkan hati siapapun yang membaca Puisi Anak tersebut. Jadi, salah satu jenis keterampilan yang sebaiknya dikuasai anak-anak adalah menulis Puisi Anak. Tidak perlu bakat yang luar biasa demi mewujudkan suatu puisi. Selama ada kemauan untuk belajar dengan tekun dan giat, semua anak bisa menulis puisi

Detil info baca disini: http://duniaanak.org/seputar-anak/memanfaatkan-puisi-anak-untuk-perkembangan-yang-maksimal.html

TAHAP PEMEROLEHAN KATA

Usia 2 – 4

Pada usia 2 – 3 tahun anak baru mengenal vocal /a/, /i/, dan /u/ yang kemudian sesuai dengan perkembanganya akan disusul oleh vocal yang lain. Memasuki usia 2 tahun konsonan yang diperoleh anak mulai lebih bervariasi, setelah memperoleh konsonan bilabial hambat /p/, /b/, nasal /m/, /n/ dan alveolar/t/, /d/ kemudian disusul oleh bunyi velar /k/. Pada usia ini mulai muncul juga bunyi frikatif /s/ walaupun baru pada akhir kata. Seperti pada kata [abis] karena ketika bunyi /s/ muncul di depan kata anak cenderung akan menghilangkan bunyi tersebut seperti pada kata “sakit” akan diucapkan [akit]. Kemudian pada usia 3 sampai 4 tahun bunyi /r/ akan keluar dan ketika anak sudah memperoleh bunyi /r/, pasti bunyi /g/ dan /j/ juga sudah diperoleh.

Urutan pemunculan bunyi ini bersifat genetik dan karena perkembangan biologi manusia itu tidak sama maka kapan munculnya suatu bunyi tidak dapat diukur dengan tahun atau bulan kalender. Yang perlu ditekankan adalah bahwa pemerolehan suatu bunyi tidak akan melangkahi pemerolehan bunyi – bunyi lainya. Pada umumnya bunyi yang terletak dibagian depan mulut lebih mudah daripada yang dibelakang mulut. Sehingga bunyi bilabial seperti /p/, /b/ akan muncul lebih dulu daripada bunyi velar seperti /k/, /g/

2. Tahap Pemerolehan Kata dan Kalimat

a. Tahap Ujaran Satu Kata (USK)

Fase ini berlangsung ketika anak berusia 12 – 18 bulan. Anak memulai berbahasa dengan mengucapkan satu kata (atau bagian kata). Kata ini, bagi anak, adalah kalimat penuh, tetapi karena dia belum dapat mengatakan lebih dari satu kata, dia hanya mengambil satu kata dari seluruh kalimat itu. Contoh: Kata mana yang dipilih oleh anak untuk menyampaikan kalimat Dodi mau bubuk? Apakah dia akan memilih di (untuk Dodi), mau (untuk mau), ataukah buk (untuk bubuk)? Ternyata anak tersebut memilih kata buk (untuk bubuk). Mengapa demikian? Karena anak lebih memilih infomasi baru berupa kata buk (bubuk) daripada informasi lama berupa kata di (Dodi) dan mau. Singkat kata, dalam ujaran bernama USK (Ujaran Satu Kata), anak tidak sembarangan memilih kata, dia akan memilih kata yang memberi informasi baru kepada mitra tuturnya.

USK juga mempunyai ciri yang lain. Awalnya, USK hanya terdiri dari CV (Consonant Vowel) saja. Bila kata itu CVC maka C yang kedua dilesapkan. Kata ball, misalnya, terwujud sebagai /bɔ/ saja. Begitu juga kata mobil akan disingkat menjadi /bi/. Seiring perkembangan anak, konsonan akhir mulai muncul. Pada umur 2 tahun, seorang anak menamakan ikan sebagai /tan/, persis seperti kata untuk bukan.

b. Ujaran Dua Kata (UDK)

Sekitar umur 2 tahun anak mulai mengeluarkan Ujaran Dua Kata, UDK (Two Word Utteramce) yaitu kata yang diselingi jeda sehingga seolah-olah dua kata itu terpisah. Misal untuk menyatakan bahwa lampunya telah menyala, bukan mengatakan /lampunala/ “Lampu nyala” tapi /lampu//nala/ dengan jeda diantara lampu dan nyala.

Dengan adanya dua kata dalam UDK maka orang dewasa dapat lebih bisa menerka apa yang dimaksud oleh anak karena cakupan makna menjadi lebih terbatas. Kalau kita mendengar anak mengatakan /lampunala/ seperti contoh di atas, kita lebih bisa menerka apa yang dimaksud anak daripada kalau kita hanya mendengar /lampu/ atau /nala/ saja. Jadi, USK dan UDK sangatlah berbeda.

Bloom (1970) di Chaer (2003:186) mengatakan bahwa tuturan satu atau dua kata tanpa merujuk pada situasi (konteks) belumlah cukup untuk menganalisis ucapan atau bahasa anak. Contoh: Seorang anak mengucapkan kalimat “Ibu Kue”. Kalimat ini tidak bisa diartikan tanpa melihat situasi karena memiliki banyak makna seperti berikut:

1. Anak itu meminta kue kepada ibunya

2. Anak itu menunjukkan kue pada ibunya

3. Anak itu menawarkan kue pada ibunya

Pendapat dari Bloom dinamakan Teori Hubungan Tata Bahasa dan Informasi Situasi. Berikut adalah beberapa contoh ujaran dua kata (Dardjowidjojo 2000):

1. /liat tupu-tupu/ “Ayo lihat kupukupu”.

2. /etsa mimik/ “Echa minta mimik”

3. /etsa nani/ “Echa mau nyanyi”

4. /eyang tsini/ “Eyang, ke sini”

Dari contoh di atas jika diamati dengan teliti maka akan tampak bahwa dalam UDK anak ternyata sudah menguasai hubungan kasus (case relations). Misalnya pada contoh pertama, kita dapati bahwa anak telah menguasai hubungan kasus antara perbuatan dengan objek. Pada contoh kedua, hubungan kasus pelaku objek, dsb.

Hal seperti ini merupakan gejala yang universal. Sekitar umur 2 tahun, anak telah menguasai hubungan kasus-kasus dan operasi-operasi berikut ini Aitchison dalam Dardjowidjojo:

Pelaku Perbuatan: Echa nyanyi

Pelaku Objek: Echa roti

Perbuatan Objek: Maem Krupuk

Pebuatan Lokasi: Pergi kamar

Pemilik-dimiliki: Sarung Eyang

Objek-lokasi: Mama kursi

Atribut-entitas: Ular gede

Nominatif: Ini ikan

Minta ulang: Mimik lagi

Tak ada lagi: lampu habis

c. Tahap Banyak – Kata

Fase ini berlangusng ketika anak berusia 3 – 5 tahun atau bahkan sampai mulai bersekolah. Pada usia 3 – 4 tahun, tuturan anak mulai lebih panjang dan tata bahasanya lebih teratur. Dia tidak lagi menggunakan hanya dua kata tetapi 3 kata atau lebih. Pada umur 5 – 6 tahun. Bahasa anak telah menyerupai bahasa orang dewasa. Sebagian besar aturan gramatika telah dikuasainya dan pola bahasa serta panjang tuturannya semakin bervariasi. Anak telah mampu menggunakan bahasa dalam berbagai cara untuk berbagai keperluan, termasuk bercanda atau menghibur.

Tahap-tahap perkembangan bahasa di atas dilalui oleh semua anak di dunia ini, yang berbeda hanyalah muatan bahasanya sesuai dengan lingkungan bahasa tempat anak itu tinggal.
Pada tahap-tahap perkembangan bahasa di atas berkembang pula penguasaan mereka atas sistem bahasa yang dipelajarinya. Sistem bahasa itu terdiri atas subsistem berikut.

a. Fonologi, yaitu pengetahuan tentang pelafalan dan penggabungan bunyi-bunyi tersebut sebagai sesuatu yang bermakna.

a. Gramatika (tata bahasa), yaitu pengetahuan tentang aturan pembentukan unsur tuturan.

b. Semantik leksikal (kosakata), yaitu pengetahuan tentan kata untuk mengacu kepada sesuatu hal.

c. Pragmatik, yaitu pengetahuan tentang penggunaan bahasa dalam berbagai cara untuk berbagai keperluan.

Sub-subsistem di atas diperoleh anak secara bersamaan dengan keterampilan berbahasanya itu sendiri. Tentu saja hal itu didapat anak tanpa di sadari.

E. Simpulan

Pemerolehan bahasa pada anak adalah proses penguasaan bahasa pertama oleh si anak. Selama penguasaan bahasa pertama ini, anak mempelajari bahasa secara tidak sadar dan biasanya dari faktor lingkungan mempengaruhi proses belajar bahasanya. Sedangkan pembelajaran bahasa pada anak adalah proses penguasaan bahasa kedua oleh si anak. Dalam pembelajaran bahasa ini, anak melakukannya secara sadar dan melalui proses belajar-mengajar yang formal.

Ada beberapa tahap yang dilalui oleh sang anak dalam pemerolehan bahasa pertama. Tahap yang dimaksud adalah tahap pra-linguistik (masa meraban), tahap pemerolehan sintaksis meliputi ujaran satu-kata, ujaran dua-kata dan ujaran banyak kata.

Bagaimana sebenarnya proses pemerolehan bahasa pertama ini? Ada beberapa teori pemerolehan bahasa yang menjelaskan sudut pandang yang berbeda dalam menjelaskan perihal cara anak memperoleh bahasa pertamanya. Teori behaviorisme menganggap pemerolehan bahasa bersifat nurture (ditentukan oleh faktor lingkungan) sedangkan teori nativisme menganggap pemerolehan bahasa bersifat nature (alami) ditunjukkan dengan adanya LAD (Piranti Pemerolehan Bahasa) pada setiap anak.

TAHAP PRA-LINGUISTIK ANAK

. TAHAP-TAHAP PERKEMBANGAN BAHASA ANAK
Kemampuan berbahasa merupakan suatu potensi yang dimiliki semua anak manusia yang normal. Kemampuan itu perolehanya tanpa melalui pembelajaran khusus. Sangat menakjubkan ialah dalam waktu yang relatif singkat, anak sudah dapat berkomunikasi dengan orang-orang di sekitarnya. Bahkan sebelum bersekolah, ia telah mampu bertutur seperti orang dewasa untuk berbagai keperluan dan dalam bermacam situasi.
Jika kita amati, ternyata pemerolehan bahasa anak itu tidaklah tiba-tiba atau sekaligus, tetapi bertahap. Kemajuan kemampuan berbahasa mereka berjalan seiring dengan perkembangan fisik, mental, intelektual, dan sosialnya. Oleh karena itu, perkembangan bahasa anak ditandai oleh keseimbangan dinamis atau suatu rangkaian kesatuan yang bergerak dari bunyi-bunyi atau ucapan yang sederhana menuju tuturan yang lebih kompleks. Tangisan, bunyi-bunyi atau ucapan yang sederhana tak bermakna, dan celotehan bayi merupakan jembatan yang lebih sempurna. Bagi anak, coleteh merupakan semacam latihan untuk menguasai gerak artikulatoris (alat ucap) yang lama-kelamaan dikaitkan dengan kebermanknaan bentuk bunyi yang diujarkannya (Darjowidjojo, 1995).
Selanjutnya, bagaimanakah proses perkembangan kemampuan berbicara anak? Untuk mempermudah Anda memahaminya, perkembangan bahasa anak itu akan disajikan dalam tahap-tahap berikut. Materi ini sebenarnya telah anda peroleh sewaktu Anda di SPG. Oleh karena itu, penulis berkeyakinan bahwa anda dapat memahaminya dengan mudah.

1. Tahap Pralinguistik (Masa Meraban)
Pada tahao ini, bunyi-bunyi bahasa yang dihasilkan anak belumlah bermakna. Bunyi-bunyi itu memang telah menyerupai vokal atau konsonan tertentu. Cobalah anda keseluruhan bunyi tersebut tidak mengacu pada kata dan makna tertentu. Cobalah anda perhatikan seorang bayi ketika mendekrut atau berceloteh! Adakah menyerupai kata-kata tertentu? Tidak, bukan! Oleh jarna itu, perkembangan bahasa anak pada fase ini disebut tahap pralinguistik!.
Fase ini berlangsung sejak anak lahir sampai berumur 12 bulan.
a. Pada umur 0 – 2 bulan, anak hanya mengeluarkan bunyi-bunyi refleksi untuk menyatakan rasa lapar, sakti atau ketidaknyamanan yang menyebabkan anak menangis dan rewel, serta bunyi vegetatif yang berkaitan dengan aktivitas tubuh, seperti batuk, bersin sendawa, telanan (makanan), dan tegukan (menyusu atau minum). Umumnya bunyi itu seperti bunyi vokal dengan suara yang agak serak. Sekalipun bunyi-bunyi itu tidak bermakna secara bahasa, tetapi bunyi-bunyi itu merupakan bahan untuk tuturan selanjutnya.
b. Pada umur 2 – 5 bulan, anak mulai mendekut dan mengeluarkan bunyi-bunyi vokal yang bercampur dengan bunyi-bunyi mirip konsonan. Bunyi ini biasanya muncul sebagai respon terhadap senyum atau ucapan ibunya atau orang lain.
c. Pada umur 4 – 7 bulan, anak mulai mengeluarkan bunyi agak utuh dengan durasi (rentang waktu) yang lebih lama. Bunyi mirip konsonan atau mirip vokalnya lebih bervariasi. Konsonan nasal/m/n/sudah mulai muncul.
d. Pada umur 6 – 12 bulan, anak mulai berceloteh. Celotehnya berupa reduplikasi atau pengeluaran konsonan dan vokal yang sama, seperti/ba ba ba/, ma ma ma/, da da da/, vokal yang muncul adalah dasar /a/ dengan konsonan hambat labial /p, b/, nasal /m, n, g/, dan alveolar /t, d/ selanjutnya, celotehan reduplikasi ini berubah lebih bervariasi. Vokalnya sudah mulai menuju vokal /u/ dan /i/, dan konsonan frikatif pun, seperti /s/ sudah mulai muncul (Crystal, 1987, strak, 1981, dalam Darjowidjojo, 1995, Mc. Neil, 1970).

2. Tahap Satu – Kata
Fase ini berlangsung ketika anak berusia 12 – 18 bulan. Pada masa ini, anak menggunakan satu kata yang memiliki arti yang mewakili keseluruhan idenya. Tegasnya satu – kata mewakili satu atau bahkan lebih fase atau kalimat. Oleh karena itu, fase ini disebut juga tahap holofrasis.
Contoh :
Versi Satu – Kata Versi Lengkap
– Mimi! (sambil menunjuk cangkirnya) – Minta (mau0 minum!
– Akut! (sambil menunjuk laba-laba) – Saya takut laba-laba!
– Takit! (sambil mengacungkan jarinya) – Jariku sakit!
Sebenarnya, tidak mudah menangkap makna kata yang diucapkan anak. Pada umumnya mitra komunikasi anak menafsirkan maksud tuturannya dengan sesuastu yang menyertai aktivitas anak itu dan unsur-unsur non-linguistik lainnya, seperti gerak isyarat, ekspresi, dan benda yang ditunjuk si anak. Mengapa begitu? Pertama, keterbatasan bahasa anak belum memungkinkan berbahasanya itu dengan ekspresi muka, gerak tubuh, atau unsur-unsur nonverbal lainnya. Kedua, apa yang diucapkan anak adalah sesuastu yang paling menarik perhatiannya saja. Dengan demikian, tanpa mengerti konteks ucapan anak, kita agak kesulitan untuk memahami maksud tuturannya.
Kemudian, kata-kata apa yang diucapkan anak? Kata-kata yang diucapkan anak adalah kata-kata yang telah dijarkabi dan dikuasainya. Kata-kata yang paling sering muncul yang bersifat keseharian dan terdapat di sekitarnya. Menurut Nelson (dalam Owens, 1984), kata-kata itu umumnya bekaitan dengan pemanggilan orang-orang sekitarnya, makanan, mainan, hewan, dan aktivitas rutinya.

3. Tahap Dua – Kata
Fase ini berlangsung sewaktu anak berusia sekitar 18 – 24 bulan. Pada masa ini, kosakata dan gramatika anak berkembang dengan cepat. Anak-anak mulai menggunakan 2 kata dalam berbicara. Tuturannya mulai bersifat telegrafik. Artinya, apa yang dituturkan anak hanyalah kata-kata yang penting saja, seperti kata benda, kata sifat, dan kata kerja. Kata-kata yang tidak penting, seperti halnya kalau kita menulis telegram, dihilangkan.
Contoh :
Versi Dua Kata Versi Lengkap
– Mamah, makan! – Mama, saya mau makan
– Bapa, putuh! (sambil menunjuk) – Bapak, temboknya dipukul
dinding, bekas anak terbentur kepalanya)
– Ajar, bobo! – Fajar, mau tidur!
– Bapa, ana? – Bapak, mau pergi ke mana
– Mau ueh! – Saya may kueh!
Jika kita perhatikan tuturan anak tersebut, hanya kata-kata yang benar-benar penting yang muncul. Tidak ada dalam tuturan itu kata tugas (kata depan, kata sambung, kata penghubung0 dan imbuhan. Sementara itu, untuk mengacu kepada diri dan orang lain biasanya menggunakan nama diri dan gelaran (Bapak, ibu, dan Dede). Anak belum dapat menggunakan pronomina saya, aku, kamu, dia dan mereka.

4. Tahap Banyak – Kata
Fase ini berlangusng ketika anak berusia 3 – 5 tahun atau bahkan sampai mulai bersekolah. Pada usia 3 – 4 tahun, tuturan anak mulai lebih panjang dan tata bahasanya lebih teratur. Dia tidak lagi menggunakan hanya dua kata tetapi 3 kata atau lebih. Pada umur 5 – 6 tahun. Bahasa anak telah menyerupai bahasa orang dewasa. Sebagian besar aturan gramatika telah dikuasainya dan pola bahasa serta panjang tuturannya semakin bervariasi. Anak telah mampu menggunakan bahasa dalam berbagai cara untuk berbagai keperluan, teramsuk bercanda atau menghibur (Tomkins dan Hoskisoon, 1995).
Tahap-tahap perkembangan bahasa di atas, dilalui oleh semua anak di dunia ini, yang berbeda hanyalah muatan bahasanya sesuai dengan lingkungan bahasa tempat anak itu tinggal.
Pada tahap-tahap perkembangan bahasa di atas berkembang pula penguasaan mereka atas sistem bahasa yang dipelajarinya. Sistem bahasa itu terdiri atas subsistem berikut.
a. Fonologi, yaitu pengetahuan tentang pelafalan dan penggabungan bunyi-bunyi tersebut sebagai sesuatu yang bermakna.
b. Grametika (tata bahasa), yaitu pengetahuan tentang aturan pembentukan unsur tuturan.
c. Semantik leksikal (kosakata), yaitu pengetahuan tentan kata untuk mengacu kepada sesuatu hal.
d. Pragmatik, yaitu pengetahuan tentang penggunaan bahasa dalam berbagai cara untuk berbagai keperluan.
Sub-subsistem di atas diperoleh anak secara bersamaan dengan keterampilan berbahasanya itu sendiri. Tentu saja hal itu didapat anak tanpa di sadari.
Kemudian bagaimana perkembangan kemampuan menyimak anak dalam tuturan-tuturan orang lain?
Tampaknya, kita semua sepakat bahwa kemampuan anak dalam memahami tuturan muncul lebih awal dari pada kemampuan mengucapkan (igram, 1974). Coba, anda amati, anak-anak kecil sekitar anda!
Antara usia 2 – 4 bulan, bayi telah memahami dan merespon maksud suatu tuturan melalui nada suara yang berbeda, seperti marah, bujukan, hiburan atau permainan. Sekitar 6 bulan, anak mulai mengaitkan tuturan yang didengarnya dengan konteks yang menyertainya, seperti dah, tepuk tangan atau respon terhadap pertanyaan dan permintaan.
Dalam suatu studi terhadap delapan anak, ternyata kedelapan anak itu telah memahami 20 – 30 kata sebelum mereka dapat mengucapkan 10 kata. Dalam kasus ini ditemukan pula bahwa kemampuan memahami anak lebih cepat satu bulan sebelum mereka dapat mengucapkan kata pertamanya (Bendedict, 1979; Crystal, 1987; Owens, 1984).
Atas dasar itu pula, dapatlah kita pahami mengapa perkembangan kemamuan anak dalam memahami lebih cepat dari pada kemampuan mengucapkan. Anak, sebagai contoh, baru dapat mengucapkan ujaran kata-kata, tetapi ia dapat memahami kata atau kalimat barud dapat mengucapkan ujaran satu-kata, tetapi ia dapat memahami kata atau kalimat yang lebih panjang dari pada itu. Perhatikan contoh dialog seorang ibu dengan anaknya, Fajar yang bermuru 24 bulan.
Contoh :
Ibu : “Eh, Fajar mau minum susu, sayang?”
Fajar : “Enga!” (Enggak/tidak)
(Tiba-tiba datang tantenya dan memberi Fajar kue)
Tante : “Fajar, bilang apa sama Tante?”
Fajar : “Maacih!” (Terima kasih)
Tante : “Fajar, nanti main lagi sama Tante ke Ciputat, ya!”
Fajar : “Ya!”

Sekalipun demikian, anak hanya akan memperhatikan dan merespon tuturan orang lain akan diperhatikan apabila materi tuturan itu dalam wilayah pengetahuannya, dan digunakan dalam versi bahasa anak yang cenderung sederhana dan pelan. Apabila tidak, anak akan mengabaikannya.

STRATEGI MEMBACA’KNOW WHAT LEARN’

3.6. Strategi KWL
Teknik ini guru membimbing siswa untuk dapat mengaktifkan pengetahuan latarnya (skematanya) dan meningkatkan kemenarikan topik dalam teks terhadap siswa. Hal ini disebabkan oleh adanya kegiatan menginterpretasi makna yang terdapat dalam teks dan penyusunan rangkuman hasil membaca yang berisi kombinasi antara isi bacaan dan skemata siswa. Kegiatan Pembelajaran dalam teknik KWL ini dibagi menjadi tiga tahapan.

Tierney (dalam Ririn, 2008:39-41) menjelaskan tiga tahapan besar tersebut. Pertama, tahap K (What I Know “apa yang saya pelajari”). Siswa diajak bercurah pendapat tentang tema, topik, judul, dan ilustrasi atau gambar-gambar yang terdapat dalam teks. Dengan aktivitas itu skemata pembaca menjadi aktif kembali, sehingga pemahaman akan lebih mudah dicapai oleh pembaca. Disamping itu guru juga mengaktifkan skemata siswa tentang bahasa yang digunakan dalam teks. Pengaktifan skemata bahasa dilakukan dengan mengangkat berbagai istilah, kata, frase, atau kalimat yang merupakan kunci dalam memahami isi yang terkandung dalam teks bacaan. Kegiatan tahap K ini akan menghasilkan sebuah jaring laba-laba. Isi jaring laba-laba ini mencakup tema, topik-topik, sub-subtopik, serta beberapa detail dari subtopik yang dipandang perlu. Curah pendapat tidak perlu sampai pada semua detail dari setiap subtopik yang ada, karena akan terlalu banyak menyita waktu. Guru perlu terlebih dahulu merancangnya secara lengkap dan luas sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran.
Kedua, tahap W (What I Want to learn “apa yang ingin saya pelajari”). Guru mengidentifikasi berbagai hal yang bagi siswa merupakan hal yang menarik, kurang dipahami, meragukan, atau menjadi silang pendapat. Guru menyusun sejumlahpertanyaan yang merupakan tujuan dari kegiatan siswa membaca. Akan lebih praktis apabila sejumlah pertanyaan tersebut disusun sebelum pembelajaran, karena apabila disusun dalam pembelajaran akan menyita waktu yang lebih banyak. Apa bila ada tambahan pertanyaan, guru tinggal menambahkannya.
Fase ini membimbing aktivitas membaca menjadi aktivitas yang bertujuan dan pikiran siswa akan lebih terfokus pada hal-hal yang hendak dicarinya dalam teks. Tanpa adanya tujuan yang hendak dicari, pikiran siswa akan bias, sehingga sulit merekam informasi-informasi penting yang terdapat dalam teks. Tahap ini dapat juga dikatakan sebagai tahap untuk meningkatkan keingintahuan siswa terhadap informasi-informasi yang akan disampaikan penulis melalui teks.

Ketiga, tahap L (What I Learned “apa yang telah saya pelajari”). Siswa dipersilakan membaca teks yang telah ditentukan sambil berpedoman pada sejumlah pertanyaan yang telah diterimanya. Siswa perlu dibimbing untuk dapat mengidentifikasi informasi penting yang terkait dengan sejumlah pertanyaan yang ada, misalnya dengan cara menggaris bawahi bagian-bagian yang dianggap penting. Guru juga perlu memberikan bantuan kepada siswa yang mengalami kesulitan terhadap kata atau istilah yang digunakan dalam teks.

Kegiatan dilanjutkan dengan meminta siswa menyususun ringkasan isi bacaan. Apabila pertanyaan yang telah diterima siswa memuat permasalahan dalam bacaan secara detail, jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut sudah dapat dianggap sebagai ringkasan isi bacaan, asalkanjawaban disusun dengan kalimat yang lengkap.

Terhadap siswa yang kurang mampu menyusun kalimat dengan benar, guru perlu memberikan bantuan kepadanya dengan menggunakan teknik thinking aloud. Dengan teknik ini guru memberikan contoh dengan memperlihatkan proses penyusunan ringkasan mulai dari proses berpikir, proses penemuan permasalahan yang hendak ditulis, sampai dengan proses penyusunan kalimatnya.
3.7 Strategi PQRST

Berikut akan dikenali suatu tehknik membaca PQRST. Sistem PQRST adalah suatu tehnik membaca yang diperkenalkan oleh Thomas, Ellen Lamar, Robinson dan H. Alan dalam buku mereka yang bertajuk” Inproving Reading In Every Class”.
(1) Preview
Tinjau tajuk-tajuk pada kesuluruhan buku atau bab tertentu dengan memberi perhatian kepada tajuk-tajuk besar dan kecil padanya.
Tujuan utama proses meninjau ini adalah untuk anda mendapatkan gambaran kesuluruhan tentang isi-isi penting pada buku atau bab-bab dalam buku itu.

(2) Question
Soal dari anda dengan menjadikan tajuk besar dan kecil dalam bab itu sebagai soalannya. Misalnya : Tajuk bagi Seksyen ini adalah meningkatkan mutu pembacaan. Dengan adanya soalan itu semasa anda membaca, tumpuan fikiran anda aqkan lebih fokus kepada mencari jawaban- jawaban tentang soalan yang tertumpu pada fikiran anda pada ketika anda membaca.

(3) Read
Baca satu seksyen ke satu seksyen untuk mencari jawaban soalan yang telah anda bentuk itu. Sambil membaca bahan bacaan anda, tumpukan perhatian untuk mendapatkan jawaban bagi soalan yang telah ditimbulkan tadi.

(4) Self-Recitation
Menyebut sendiri ialah suatu proses dimana anda mencoba ingat fakta-fakta utama bab atau bahan-bahan yang telah anda baca. Tujuan utamanya adalah untuk mengingat semula apa yang telah anda baca yaitu dengan menggabungkan semua proses secara serentak.

(5) Test
Uji diri anda setelah anda habis membaca keseluruhan bab. Fikirkan berapa banyakkah idea-idea daripada bab yang baru anda baca itu dapat anda ingati. Pada peringkat inilah anda harus mula menyimpan apa yang telah anda pelajari ke dalam ingatan jangka panjang anda.

Penerapan metode K-W-L dalam pembelajaran membaca kritis dapat di jabarkan sebagai berikut.

1) Langkah K-

Pada tahap ini ada empat langkah utama yang dilakukan guru dalam pembelajaran yaitu, pertama; membimbing siswa menyampaikan ide-ide tentang topik bacaan yang akan di baca, kedua; mencatat ide-ide siswa tentang topik yang akan dibaca, ketiga; mengatur diskusi tentang ide-ide yang diajukan siswa, keempat; Memberikan stimulus atau penyelesaian contoh mengategori ide.
2) Langkah W-
Pada langkah kedua ini yang dilakukan adalah membimbing siswa untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan topik bacaan. Selain itu, guru juga membimbing siswa untuk membuat skala prioritas tentang pertanyaan-pertanyaan yang benar-benar mereka inginkan jawabannya.

3) Langkah L-
Pada langkah L- guru hanya membimbing siswa menuliskan kembali apa yang telah dibaca dalam bahasanya masing-masing. Untuk lebih lengkapnya tentang penerapan metode K-W-L akan dikaji dalam siklus kerja di kelas.

PERKEMBANGAN BAHASA 2-6 TAHUN

PERKEMBANGAN BAHASA 2- 6 TAHUN
Tahap perkembangan bahasa anak usia dini hingga 6 tahun meliputi beberapa aspek, yaitu aspek mendengar, berbicara, membaca, dan menulis. Pada fase sebelumnya, seorang anak akan lebih sering mendengar ketimbang berbicara. Kemudian pada usia 1 s.d. 2,5 tahun seorang anak akan mengalami perkembangan kata dan kalimat. Pada usia ini pula, anak memiliki kemampuan untuk berbicara dengan orang lain menggunakan satu atau dua kalimat meskipun belum sempurna.
Kemudian pada usia 2,5 hingga 6 tahun, perkembangan bahasa anak sangat meningkat pesat. Pada usia ini, anak mulai mampu menguasai bahasa sesuai dengan ketentuan tata bahasa yang berlaku yaitu adanya Subjek (S), predikat (P), dan objek (O). Selain itu, kosakata yang dimiliki semakin banyak, mulai berbahasa sesuai dengan struktur dan menggunakan kata penghubung untuk mengombinasi kalimat, mengganti kata yang sesuai dengan artinya, serta anak mulai mampu berbicara lebih bermakna dan mampu memperbaiki tata bahasa dan penggunaan bahasa. Pada tahap ini, seorang anak akan tertarik dengan bacaan, tulisan, dan meminta orang tua untuk membacakan dan mengartikan kalimat yang terlalu panjang baginya

PENGERTIAN METODE BERCERITA

METODE BERCERITA PADA ANAK USIA DINI

Dalam bab ini akan dipaparkan mengenai pengertian metode berecerita serta hal-hal yang berkaitan di dalamnya. Awalnya akan dipaparkan pengertian mengenai cerita.

Cerita adalah rangkaian peristiwa yang disampaikan, baik berasal dari kejadian nyata (non fiksi) ataupun tidak nyata (fiksi). Kata Dongeng berarti cerita rekaan/tidak nyata/fiksi, seperti: fabel (binatang dan benda mati), sage (cerita petualangan), hikayat (cerita rakyat), legenda (asal usul), mythe (dewa-dewi, peri, roh halus), ephos (cerita besar; Mahabharata, Ramayana, saur sepuh, tutr tinular). Jadi kesimpulannya adalah “Dongeng adalah cerita, namun cerita belum tentu dongeng”.

Metode Bercerita berarti penyampaian cerita dengan cara bertutur. Yang membedakan anatara bercerita dengan metode penyampaian cerita lain adalah lebih menonjol aspek teknis penceritaan lainnya. Sebagaimana phantomin yang lebih menonjolkan gerak dan mimik, operet yang lebih menonjolkan musik dan nyanyian, puisi dan deklamasi yang lebih menonjolkan syair, sandiwara yang lebih menonjol pada permainan peran oleh para pelakunya, atau monolog (teater tunggal) yang mengoptimalkan semuanya. Jadi tegasnya metode bercerita lebih menonjolkan penuturan lisan materi cerita dibandingkan aspek teknis yang lainnya.

Menurut para ahli pendidikan, bercerita kepada anak-anak memiliki beberapa fungsi yang amat penting, yaitu:

1. Membangun kedekatan emosional antara pendidik dengan anak.

2. Media penyampai pesan/nilai mora dan agama yang efektif

3. Pendidikan imajinasi/fantasi

4. Menyalurkan dan mengembangkan emosi

5. Membantu proses peniruan perbuatan baik tokoh dalam cerita

6. Memberikan dan memperkaya pengalaman batin

7. Sarana Hiburan dan penarik perhatian

8. Menggugah minat baca

9. Sarana membangun watak mulia

Dalam bercerita pada anak ada beberapa poin yang harus diperhatikan yaitu :

1. Teknik bercerita

Pendidik perlu mengasah keterampilannya dalam bercerita, baik dalam olah vokal, olah gerak, bahasa dan komunikasi serta ekspresi. Seorang pencerita harus pandai-pandai mengembangkan berbagai unsur penyajian cerita sehingga terjadi harmoni yang tepat. Secara garis besar unsur-unsur penyajian cerita yang harus dikombinasikan secara proporsional adalah sebagai berikut : (1) Narasi (2) Dialog (3) Ekspresi (terutama mimik muka) (4) Visualisasi gerak/Peragaan (acting) (5) Ilustrasi suara, baik suara lazim maupun suara tak lazim (6) Media/alat peraga (bila ada) (7) Teknis ilustrasi lainnya, misalnya lagu, permainan, musik, dan sebagainya.

2. Mengkondisikan anak

Tertib merupakan prasyarat tercapainya tujuan bercerita. Suasana tertib harus diciptakan sebelum dan selama anak-anak mendengarkan cerita. Diantaranya dengan cara-cara sebagai berikut:

a) Aneka tepuk: seperti tepuk satu-dua, tepuk tenang, dan lain-lain. Contoh;

Jika aku (tepuk 3x)

sudah duduk (tepuk 3x)

maka aku (tepuk 3x)

harus tenang (tepuk 3x)

sst…sst..sst…

b) Simulasi kunci mulut: Pendidik mengajak anak-anak memasukkan tangannya ke dalam saku, kemudian seolah-olah mengambil kunci dari saku, kemudian mengunci mulut dengan kunci tersebut, lalu kunci di masukkan kembali ke dalam saku

c) Lomba duduk tenang”, Kalimat ini diucapkan sebelum cerita disampaikan, ataupun selama berlangsungnya cerita. Teknik ini cukup efektif untuk menenangkan anak, Apabila cara pengucapannya dengan bersungguh-sungguh, maka anak-anak pun akan melakukannya dengan sungguh-sungguh pula.

d) Tata tertib cerita, sebelum bercerita pendidik menyampaikan aturan selama mendengarkan cerita, misalnya; tidak boleh berjalan-jalan, tidak boleh menebak/komentari cerita, tidak boleh mengobrol dan mengganggu kawannya dengan berteriak dan memukul meja. Hal ini dilakukan untuk mencegah anak-anak agar tidak melakukan aktifitas yang mengganggu jalannya cerita

e) Ikrar, Pendidik mengajak anak-anak untuk mengikrarkan janji selama mendengar cerita, contoh:

Ikrar..!
Selama cerita, Kami berjanji

1) Akan duduk rapi dan tenang

2) Akan mendengarkan cerita dengan baik

f) Siapkan hadiah!, secara umum anak-anak menyukai hadiah. Hadiah mendorong untuk anak-anak untuk mendapatkannya, meskipun harus menahan diri untuk tidak bermain dan berbicara. Bisa saja kita memberikan hadiah imajinatif seperti makanan, binatang kesayangan, balon yang seolah-olah ada di tangan dan diberikan kepada anak, tentu saja diberikan kepada anak-anak yang sudah akrab dengan kita, seringkali teknik ini menimbulkan kelucuan tersendiri.

3. Teknik membuka cerita

Hal ini mengingatkan pula betapa pentingnya membuka suatu cerita dengan sesuatu cara yang menggugah. Mengapa harus menggugah minat? Karena membuka cerita merupakan saat yang sangat menentukan, maka membutuhkan teknik yang memiliki unsur penarik perhatian yang kuat, diantaranya dapat dilakukan dengan: Pernyataan kesiapan : “Anak-anak, hari ini, Ibu telah siapkan sebuah cerita yang sangat menarik…” dan seterusnya.

Potongan cerita: “Pernahkah kalian mendengar, kisah tentang seorang anak yang terjebak di tengah banjir?, kemudian terdampar di tepi pantai…?” Sinopsis (ringkasan cerita), layaknya iklan sinetron “Cerita bu Guru hari ini adalah cerita tentang “seorang anak kecil pemberani, yang bertempur melawan raja gagah perkasa perkasa ditengah perang yang besar” (kisah nabi Daud) mari kita dengarkan bersama-sama ! Munculkan Tokoh dan Visualisasi “ dalam cerita kali ini, ada 4 orang tokoh penting…yang pertama adalah seorang anak yang jago main karate, ia tak takut dengan siapapun…namanya Adiba, yang kedua adalah seorang ketua gerombolan penjahat yang bernama Somad, badannya tinggi besar dan bila tertawa..iiih mengerikan karena sangat keras”…HA. HA..HA..HA..HA”, Somad memiliki golok yang sangat besar, yang ketiga seorang guru yang bernama Umar, wajahnya cerah dan menyenangkan…dan seterusnya.

Ekspresi emosi: Adegan orang marah, menangis, gembira, berteriak-teriak dan lain-lain. Musik & Nyanyian “Di sebuah negeri angkara murka, dimulai cerita…(kalimat ini dinyanyikan), atau ambillah sebuah lagu yang popular, kemudian gantilah syairnya dengan kalimat pembuka sebuah cerita. Suara tak Lazim atau ”Boom” ! : Pendidik dapat memulai cerita dengan memunculkan berbagai macam suara seperti; suara ledakan, suara aneka binatang, suara bedug, tembakan dan lain-lain.

4. Menutup cerita dan evaluasi

a) Tanya jawab seputar nama tokoh dan perbuatan mereka yang harus dicontoh maupun ditinggalkan.

b) Doa khusus memohon terhindar dari memiliki kebiasaan buruk seperti tokoh yang jahat, dan agar diberi kemampuan untuk dapat meniru kebaikan tokoh yang baik.

c) Janji untuk berubah; Menyatakan ikrar untuk berubah menjadi lebih baik, contoh “Mulai hari ini, Aku tak akan malas lagi, aku anak rajin dan taat kepada guru!”

d) Nyanyian yang selaras dengan tema, baik berasal dari lagu nasional, popular maupun tradisional

e) Menggambar salah satu adegan dalam cerita. Setelah selesai mendengar cerita, teknik ini sangat baik untuk mengukur daya tangkap dan imajinasi anak.

5. Penanganan keadaan darurat

Apabila saat bercerita terjadi keadaan yang mengganggu jalannya cerita, pendidik harus segera tanggap dan melakukan tindakan tertentu untuk mengembalikan keadaan, dari kondisi yang buruk kepada kondisi yang lebih baik (tertib). Adapun kasus-kasus yang paling sering terjadi adalah:

a) Anak menebak cerita. Penanganan: Ubah urutan cerita atau kreasikan alur cerita

b) Anak mencari perhatian. penanganan: sampaikan kepada anak tersebut bahwa kita dan teman-temannya terganggu, kemudian mintalah anak tersebut untuk tidak mengulanginya.

c) Anak mencari kekuasaan. Penanganan: Pendidik lebih mendekat secara fisik dan lebih sering melakukan kontak mata dengan hangat.

d) Anak gelisah. Penanganan: Pendidik lebih dekat secara fisik dan lebih sering melakukan kontak mata dengan hangat, kemudian mengalihkan perhatiannya kepada aktivitas bersama seperti tepuk tangan dan penyanyi yang mendukung penceritaan.

e) Anak menunjukkan ke tidak puasan. Penanganan: Pendidik membisikkan ke telinga anak tersebut dengan hangat ”Adik anak baik, Ibu makin sayang jika adik duduk lebih tenang”

f) Anak-anak kurang kompak. Pananganan: pendidik lebih variatif mengajak tepuk tangan maupun yel-yel.

g) Kurang taat pada aturan atau tata tertib. Penanganan: Pendidik mengulangi dengan sungguh-sungguh tata tertib kelas.

h) Anak protes minta ganti cerita. Penanganan: Katakanlah ”Hari ini ceritanya adalah ini, cerita yang engkau inginkan akan Ibu sampaikan nanti”.

i) Anak menangis. Penanganan: Mintalah orang tua atau pengasuh lainnya membawa keluar.

j) Anak berkelahi. Penanganan: Pisahkan posisi duduk mereka jangan terpancing untuk menyelesaikan masalahnya, namun tunggu setelah selesai cerita

k) Ada tamu. Penanganan: Berikan isyarat tangan kepada tamu agar menunggu, kemudian cerita diringkas untuk mempercepat penyelesaiannya. Suasana cerita sangat ditentukan oleh ketrampilan bercerita pendidik dan hubungan emosional yang baik antara pendidik dengan anak-anak. Beberapa kasus di atas hanyalah sebagian contoh yang sering muncul saat seorang pendidik bercerita, jadi penanganannya bisa disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta kreativitas pendidik.

TAHAPAN OPERASIONAL FORMAL PADA ANAK

TAHAPAN OPERASIONAL FORMAL ini antara umur 11/12 – 18 tahun.
Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mampu berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola berpikir “kemungkinan”. Model berpikir ilmiah dengan tipe hipothetico-dedutive dan inductive sudah mulai dimiliki anak, dengan kemampuan menarik kesimpulan, menafsirkan dan mengembangkan hipotesa. Pada tahap ini kondisi berpikir anak sudah dapat :
1. Bekerja secara efektif dan sistematis.
2. Menganalisis secara kombinasi. Dengan demikian telah diberikan dua kemungkinan penyebabnya, C1 dan C2 menghasilkan R, anak dapat merumuskan beberapa kemungkinan.
3. Berpikir secara proporsional, yakni menentukan macam-macam proporsional tentang C1, C2 dan R misalnya.
4. Menarik generalisasi secara mendasar pada satu macam isi. Pada tahap ini mula-mula Piaget percaya bahwa sebagian remaja mencapai formal operations paling lambat pada usia 15 tahun. Tetapi berdasarkan penelitian maupun studi selanjutnya menemukan bahwa banyak siswa bahkan mahasiswa walaupun usianya telah melampaui, belum dapat melakukan formal operation.
Proses belajar yang dialami seorang anak pada tahap sensorimotor tentu akan berbeda dengan proses belajar yang dialami oleh seorang anak pada tahap preoperasional, dan akan berbeda pula dengan mereka yang sudah berada pada tahap operasional konkret, bahkan dengan mereka yang sudah berada pada tahap operasional formal. Secara umum, semakin tinggi tahap perkembangan kognitif seseorang akan semakin teratur dan semakin abstrak cara berpikirnya. Guru seharusnya memahami tahap-tahap perkembangan kognitif pada muridnya agar dalam merancang dan melaksanakan proses pembelajarannya sesuai dengan tahap-tahap tersebut. Pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan tidak sesuai dengan kemampuan dan karakteristik siswa tidak akan ada maknanya bagi siswa.

Tahap Operasional Formal
Adapun ciri-ciri perkembangan intelektual tahap operasional formal adalah sebagai berikut:
• Peserta didik umumnya berada pada kisaran usia 11 14 tahun.
• Peserta didik dengan tahapan perkembangan intelektual operasional formal mempunyai kemampuan dalam mengkoordinasi 2 jenis kemampuan kognitif.
• Contoh dari kemampuan mengkoordinasi 2 jenis kemampuan kognitif ini misalnya kapasitas dalam membuat rumusan hipotetik dan penggunaan prinsip-prinsip yang bersifat abstrak.

Perkembangan Intelektual Peserta Didik dan Kaitannya dengan Teori Piaget
Jean Piaget mengemukanan 3 buah dalil pokok yang berkaitan dengan tahap perkembangan intelektual peserta didik, yaitu:
• Perkembangan intelektual peserta didik umumnya terjadi dengan melewati tahap-tahap secara berurutan dan berkesinambungan.
• Tahap-tahap perkembangan intelektual peserta didik dapat didefinisikan sebagai suatu kluster dari operasi mental yang menunjukkan adanya suatu tingkah laku intelektual.
• Pergerakan melalui tahap-tahap perkembangan intelektual peserta didik dilengkapi dengan keseimbangan, yaitu sebuah proses pengembangan tentang interaksi antara pengalaman dan sruktur kognitif yang muncul dalam pemikiran peserta didik.

Beberapa Istilah Penting dalam Perkembangan Intelektual Peserta Didik
Perkembangan intelektual peserta didik merupakan hasil gabungan dari kedewasaan otak dan sistem saraf, serta adaptasi pada lingkungan kita. Piaget menggunakan beberapa istilah untuk mendeskripsikan bagaimana dinamika perkembangan intelektual atau kognitif pada diri peserta didik, misalnya:
• Skema, adalah struktur mental atau pola berpikir yang orang gunakan untuk mengatasi situasi tertentu di lingkungan.
• Adaptasi, merupakan proses menyesuaikan pemikiran dengan memasukkan informasi baru ke dalam pemikiran individu. Peserta didik akan menyesuaikan diri dengan cara asimilasi dan akomodasi.
• Asimilasi, adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan proses dalam memperoleh informasi baru dan memasukkannya ke dalam skema sekarang sebagai bentuk respon terhadap stimulus lingkungan yang baru.
• Akomodasi, merupakan istilah yang digunakan untuk proses penyesuaian pada informasi baru. Akomodasi dilakukan dengan menciptakan skema yang baru ketika skema lama tidak berhasil menyesuaikan dengan informasi tersebut. Anak-anak melihat mungkin melihat anjing untuk pertama kalinya (asimilasi), tapi kemudian belajar bahwa beberapa anjing man untuk dipelihara dan anjing lainnya tidak (akomodasi).

TAHAPAN PRA-OPERASIONAL KONKRET

TAHAPAN PRA OPERASIONAL KONKRET DALAM BERBAHASA

Menurut pendapat Piaget (Sumantri, dkk. 2009:1-15) mengemukakan bahwa proses perkembangan anak dari kecil hingga dewasa melalui empat tahap perkembangan, yaitu:
a. Tahap Sensori Motor (0–2 Tahun)
Pada tahap ini, kegiatan intelektual anak hampir seluruhnya merupakan gejala yang diterima secara langsung melalui indera. Pada saat anak mencapai kematangan dan secara perlahan mulai memperoleh keterampilan berbahasa, mereka menerapkannya pada objek-objek yang nyata. Pada tahap ini anak mulai memahami hubungan antara benda dengan nama benda tersebut.
b. Tahap Praoperasional (2–7 Tahun)
Perkembangan yang pesat dialami oleh anak pada tahap ini. Anak semakin memahami lambang-lambang bahasa yang digunakan untuk menunjukkan benda-benda. Keputusan yang diambil hanya berdasarkan intuisi, bukan atas dasar analisis rasional. Kesimpulan yang diambil merupakan kesimpulan dari sebagian kecil yang diketahuinya, dari suatu keseluruhan yang besar. Anak akan berpendapat bahwa pesawat terbang berukuran kecil karena itulah yang mereka lihat di langit ketika ada pesawat terbang yang lewat.
c. Tahap Operasional Konkret (7–11 Tahun)
Pada tahap ini anak mulai berpikir logis dan sistematis untuk mencapai pemecahan masalah. Masalah yang dihadapi dalam tahap ini bersifat konkret. Anak akan merasa kesulitan bila menghadapi masalah yang bersifat abstrak. Pada tahap ini anak menyukai soal-soal yang telah tersedia jawabannya.
d. Tahap Operasional Formal (11–15 Tahun)
Anak mencapai tahap perkembangan ini ditandai dengan pola pikirnya yang seperti orang dewasa. Anak telah dapat menerapkan cara berpikir terhadap permasalahan yang konkret maupun abstrak. Pada tahap ini anak sudah dapat membentuk ide-ide dan berpikir tentang masa depan secara realistis.

Sedangkan Johan Amos Comenius dalam Kartini Kartono (2007: 34-35) berpendapat bahwa perkembangan bahasa seseorang terdiri dari empat periode perkembangan, yaitu:
a. Periode Sekolah-Ibu (0-6 Tahun)
Pada periode ini hampir semua usaha bimbingan-pendidikan berlangsung di lingkungan keluarga, terutama aktivitas ibu sangat mempengaruhi proses perkembangan anak.
b. Periode Sekolah-Bahasa-Ibu (6-12 Tahun)
Pada periode ini anak baru mampu menghayati setiap pengalaman dengan pengertian bahasa sendiri (bahasa ibu). Bahasa ibu ini digunakan untuk berkomunikasi dengan orang lain, yaitu untuk mendapatkan impresi dari luar berupa pengaruh, sugesti serta transmisi kultural dari orang dewasa, dan untuk mengekspresikan kehidupan batinnya kepada orang lain.
c. Periode Sekolah-Latin (12-18 Tahun)
Pada periode ini anak mulai diajarkan bahasa latin sebagai bahasa kebudayaan. Bahasa ini perlu diajarkan kepada anak agar anak mencapai taraf beradab dan berbudaya.
d. Periode Sekolah-Universitas (18-24 Tahun)
Pada periode yang terakhir ini anak muda mengalami proses pembudayaan dengan menghayati nilai-nilai ilmiah, di samping mempelajari macam-macam ilmu pengetahuan.

Khusus mengenai perkembangan bahasa anak, Conny R. Semiawan (2000: 128-136) berpendapat bahwa tahap perkembangan bahasa anak terdiri dari empat tahap, yaitu:
a. Perkembangan Bahasa Usia Bayi
Secara umum bayi mulai mengeluarkan ucapan pada saat usianya 10-16 bulan, walaupun pada kenyataannya ada juga yang memerlukan waktu lebih lama dari itu. Sebelum anak-anak mengucapkan kata-kata, terlebih dahulu membuat ocehan misalnya dengan ucapan baa, maa atau paa. Mengoceh ini mulai terjadi saat usia sekitar 3-6 bulan. Tujuan komunikasi yang dilakukan oleh bayi pada usia dini ialah untuk menarik perhatian orang tua dan orang lain yang ada di sekitarnya. Pada umumnya, bayi menarik perhatian orang lain dengan membuat kontak mata, membunyikan ucapan, serta menggerak-gerakkan tangan.

Biasanya kata-kata anak yang pertama kali muncul adalah nama-nama orang penting yang ada disekitarnya, nama-nama binatang, dan benda-benda lain yang ada di sekitarnya. Anak-anak yang telah memasuki usia 18-24 bulan mulai mengucapkan pernyataan dengan dua kata.
b. Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini
Beberapa anak usia pra sekolah memiliki kesulitan dalam mengucapkan kelompok konsonan, misalnya untuk mengucapkan kata setrika, mangga, dan lain-lain. Pada usia ini, anak-anak sudah dapat mengembangkan ungkapannya lebih dari dua kata-kata setiap kalimatnya. Anak-anak mulai berbicara dengan urutan kata yang menunjukkan suatu pendalaman yang meningkat terhadap aturan yang komplek tentang urutan kata-kata yang diucapkan. Pada usia ini anak-anak juga sudah mulai mampu mengembangkan pengetahuan tentang makna dengan cepat.
c. Perkembangan Bahasa Usia Sekolah
Pada tahap ini penekanan perkembangan berubah dari bentuk bahasa ke isi dan penggunaan bahasa. Anak-anak telah mencapai tahap kreatif dalam perkembangan bahasa. Bahasa kreatif anak dapat didengar dalam bentuk nyanyian atau sajak.
d. Perkembangan Membaca dan Menulis
Salah satu faktor yang berpengaruh pada perkembangan membaca anak usia dini ialah kesediaan orang tua untuk menyediakan bahan bacaan dan menciptakan suasana yang kondusif bagi perkembangan kemampuan membaca anak. Kegiatan membaca yang dilakukan secara alamiah dalam suasana kehidupan sosial memiliki efektifitas yang tinggi untuk peningkatan kemampuan membaca pada anak. Anak usia tujuh atau delapan tahun telah memperoleh pengetahuan tentang huruf, suku kata dan kata. Siswa kelas tiga dan empat sudah mampu menganalisis kata-kata baru dengan menggunakan pola orthograpik dan inferensi kontekstual. Siswa kelas lima dan enam sudah mulai membaca dari keterampilan decoding menuju ke pemahaman.

1.MASA TAHAP OPERASIONAL KOGKRET Masa anak merupakan salah satu periode pertumbuhan dan perkembangan individu. Setiap periode akan memiliki ciri atau karekteristik sendiri baik dari aspek pertumbuhan maupun aspek perkembangan. Salah satu perkembangan individu yang harus dilalui dan dialami adalah perkembangan kognitif. Banyak para ahli mengungkapkan teori-teori atau pendekatan tentang perkembangan kognitif individu. Pendekatan-pendekatan perkembangan kognitif menekankan bagaimana individu secara aktif membangun cara berpikir. Pendekatan-pendekatan itu juga sangat berfokus pada bagaimana cara individu berpikir atau berubah dari satu titik ketitik perkembangan berikutnya. Pada penulisan ini mengakaji pendekatan perkembangan kognitif anak menurutteori Jean Piaget. Piaget mengindentifikasiempat periodeatau tahapan utamaperkembangan kognitif yaitu: tahap sensorimotor,tahap praoperasional, tahap operasional konkret, dan tahap operasi formal (Shaffer dan Kipp, 2010: 253).Setiap tahap perkembangan mempunyai ciri khas tersendiri dan setiap tahap perkembangan saling berkaitan. Lanjut Piaget dalam teorinya tentang perkembangan kognitif, fase sensormotorik terjadi ketika umur 0-2 tahun, fase pra operasional kongret sekitar umur 2-7 tahun, fase operasional kogret pada usia 7-11 tahun, dan fase operasional formal pada usia 11 tahun keatas (Santrock, 2007: 246). Usia anak berkisar dari 7 tahun sampai dengan 12 tahun. Jadi menurut pendekatan Piaget tentang perkembangan kognitif maka perkembangan kognitif anak berada pada fase ketiga yaitu operasional kongret. Pada tahapan ini, pemikiran logis menggantikan pemikiran intuitif (Santrock, 2007: 254). Pada tahap operasional kokret ini anak-anak bisa menggunakan berbagai operasi mental, seperti penalaran, memecahakan masalah-masalah konkret (nyata). Anak-anak pada usia ini dapat berpikir dengan logis karena mereka tidak terlalu egosentris dari sebelumnya dan dapat mempertimbangan banyak aspek dari situasi (Papalia dkk,2009:443). MenurutPiaget, kognisiberkembang melaluistrukturmentalatau skema(Piaget &Inhelder, 1969 dalam Shaffer & Kipp,2009:250). Skemaadalah sistemmental yangtidak dapat diamatiyang mendasarikecerdasan. Skema adalah pola pemikiran atau tindakan beberapapengetahuandasardimanaanak-anak menafsirkan dunia mereka. Piaget percaya bahwa semua skema, semua bentuk pemahaman, diciptakan melalui kerja dua proses intelektual bawaan : organisasi dan adaptasi(Shaffer & Kipp, 2009:250-251).Organisasi adalah proses dimana anak-anak menggabungkan skema yang ada dalam skemaintelektual yang baru dan lebih kompleks.Tujuan organisasi ini adalah untuk mempromosikan adaptasi,proses menyesuaikan diri dengantuntutan lingkungan. Menurut Piaget, adaptasi terjadi melalui dua kegiatan yang saling melengkapi: asimilasi dan akomodasi.Asimilasi adalah proses dimana anak-anak mencoba untuk menafsirkan pengalaman baru dalamhal model yang ada mereka tentang dunia, skema yang sudah mereka miliki.Akomodasi, komplemen asimilasi, adalah proses memodifikasi struktur yang ada dalam rangka untuk menjelaskan pengalaman baru. Ada asumsi yang sangat penting yang mendasari kecerdasan pandangan Piaget. Jika anak-anak mengetahui sesuatu, mereka harus membangun pengetahuan itu sendiri . Pada tahap operasional kongret anak-anak sudah memiliki pemahaman yang lebih daripada anak-anak pra operasinal mengenai konsep spasial, sebab-akibat, pengelompokan, penalaran induktif dan deduktif, konservasi, serta angka(Papalia dkk,2009:443). Hal yang senada menurut Shaffer dan Kipp, “Selama periode operasional kongret, anak-anakcepatmemperolehoperasi kognitifdanmenerapkan keterampilanbaru yang pentingketika berpikir tentangobjek danperistiwa yangmereka alami” (Shaffer dan Kipp, 2010:271). Sebuah operasikognitifadalah kegiatanmental internalyang memungkinkananak-anakuntuk memodifikasidan mereorganisasigambar dansimbol-simbolmereka untuk mencapaikesimpulan logis. Dengan operasi baru ini, anak-anak sekolah dasar mengalami kemajuan jauh melampaui pemikiran statis danberpusat dari tahap praoperasional. Shaffer dan Kipp(2010:272) memberikan beberapa contohpemikiranoperasional, yaitu konservasi danlogikarelasional. a)Konservasiperkembangan operasional kogkret dapat dengan mudah memecahkan beberapa masalah konservasi. Dihadapkandenganconservation-of-liquids- puzzle,misalnya, operasional kongret 7tahundapat“decenter”dengan berfokussecara bersamaanpada keduatinggi dan lebardaridua kontainer/wadah air. Dia juga menampilkan reversibilitas-kemampuan untuk mental membatalkan proses penuangan dan bayangkan cairan dalam wadah aslinya. Berbekal operasi-operasi kognitif, ia sekarang tahu bahwa dua wadah yang berbeda masing-masing memiliki jumlah cairan yang sama, dia menggunakan logika, tidak menyesatkan penampilan, untuk mencapai kesimpulannya. b)Logika relasional Sebuah ciri penting dari pemikiran operasional konkret adalah pemahaman yang lebih baik tentang hubungan kuantitatif dan logika relasional. Apakah Anda ingatkesempatan ketika guru olahraga Anda berkata, “Berbaris dari tertinggi ke terpendek?” Melaksanakan perintah seperti itu sebenarnya sangat mudah bagi operasional kongkret, kemampuan untuk mengatur item mental seperti tinggi atauberat badan. Sebaliknya, anak-anak praoperasional berkinerja buruk pada banyak tugas dan akan berjuang untuk memenuhi permintaan guru olahraga itu.